Image: corbis.com |
Hasilnya, Harwanto meraih gelar doktor ilmu keolahragaan dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Dalam disertasinya, Harwanto fokus meneliti kekerasan antaranggota perguruan silat di Kabupaten Madiun. Penelitian itu pun sukses dengan judul "Konflik Kekerasan Antarkelompok Organisasi Beladiri Pencak Silat dalam Perspektif Sosiologi Olahraga".
"Saya melihat pencak silat merupakan salah satu cabang olahraga, ternyata malah tidak tampak dalam fenomena (kekerasan) ini," kata Harwanto yang kini menjabat Kepala Laboratorium Pendidikan Kepelatihan Olahraga Unipa Surabaya ini.
Fenomena kekerasan yang diteliti menunjukkan bahwa terjadinya bentrok antaranggota pencak silat di Madiun sudah cukup lama berlangsung. Lebih dari setengah abad konflik tersebut masih terus saja terjadi. Padahal kedua organisasi pencak silat tersebut berada di bawah induk organisasi Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSI).
"Saya melihat ada ketidaktuntasan perilaku di sana. Nilai-nilai olahraga yang penting seperti sportivitas, tanggung jawab dan menghargai orang lain, diabaikan dalam masalah ini," terang pengajar kelahiran Ngawi, 22 Oktober 1961 ini.
Harwanto yang melakukan penelitian sejak 2008 lalu itu, menunjukkan fakta bahwa banyak anggota dari kedua organisasi yang berkonflik tidak memahami nilai ajaran perguruan secara maksimal. Misalnya saja soal budi pekerti luhur yang seharusnya selalu dijaga oleh praktisi olahraga.
Yang terjadi selama ini adalah terjadinya sikap rasa bangga sebagai anggota ketika masuk ke organisasi pencak silat, dan selalu merasa besar diri. Mereka masuk ke perguruan silat untuk berlindung dan dibela. Sikap ini muncul karena status organisasi beladiri pencak silat memiliki kekuatan sosial, hubungan emosional dalam kelompok, dan mereka saling membantu sesama saudara seperguruan.
Harwanto memiliki beberapa tips untuk menanggulangi sikap-sikap negatif itu. Antara lain merekomendasikan agar kedua pimpinan organisasi berkomitmen mengakhiri konflik. Itu tidak hanya dilakukan sebatas MoU saja, melainkan juga dengan praktik di lapangan.
"Mereka harus melakukan sosialisasi secara terus menerus. Selain itu juga perlu ada silaturahim secara rutin sebagai fungsi kontrol anggota," Harwanto menjelaskan. (arief ardliyanto/koran si)(//rfa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar